KESETARAAN
GENDER
Definisi
operasional
Kesetaraan
merupakan keadaan
yang menunjukkan adanya tingkatan yang sama, kedudukan yang sama, tidak lebih
tinggi atau tidak lebih rendah antara satu sama lain.
Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai mahkluk Tuhan memiliki tingkat atau kedudukan yang sama. Tingkatan atau kedudukan yang sama itu bersumber dari pandangan bahwa semua manusia tanpa dibedakan adalah diciptakan dengan kedudukan
Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai mahkluk Tuhan memiliki tingkat atau kedudukan yang sama. Tingkatan atau kedudukan yang sama itu bersumber dari pandangan bahwa semua manusia tanpa dibedakan adalah diciptakan dengan kedudukan
yang sama, yaitu sebagai makhluk
mulia dan tinggi derajatnya dibanding makhluk lain.
Gender
adalah sifat dan perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan yang
dibentuk secara sosial maupun budaya.Gender itu sendiri adalah kajian perilaku
atau pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yang sudah dikonstruksikan
atau dibentuk di masyarakat tertentu dan pada masa waktu tertentu pula. Gender
ditentukan oleh sosial dan budaya setempat.
Keadilan
gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki.
Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda,
subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.
Kesetaraan Gender
· Pengertian
Kesetaraan dan Keadilan gender
Kesetaraan
gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh
kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya,
pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan
dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi
penghapusan diskriminasi dan ketidak adilan struktural, baik terhadap laki-laki
maupun perempuan.
Keadilan
gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki.
Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda,
subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.
Terwujudnya
kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara
perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan
berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang
setara dan adil dari pembangunan
Memiliki akses
dan partisipasi berarti memiliki peluang atau kesempatan untuk menggunakan
sumber daya dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara
penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Memiliki kontrol berarti memiliki
kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber
daya. Sehingga memperoleh manfaat yang sama dari pembangunan.
·
Pengertian gender dan seks
Gender adalah perbedaan dan fungsi
peran sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat, serta tanggung jawab
laki-laki dan perempuan Sehingga gender belum tentu sama di tempat yang
berbeda, dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Seks/kodrat adalah jenis
kelamin yang terdiri dari perempuan dan laki-laki yang telah ditentukan oleh
Tuhan. Oleh karena itu tidak dapat ditukar atau diubah. Ketentuan ini berlaku
sejak dahulu kala, sekarang dan berlaku selamanya.
Gender bukanlah kodrat ataupun
ketentuan Tuhan. Oleh karena itu gender berkaitan dengan proses keyakinan
bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai
dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka
berada. Dengan demikian gender dapat dikatakan pembedaan peran, fungsi,
tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk/dikonstruksi oleh
sosial budaya dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman.
Dengan demikian perbedaan gender dan
jenis kelamin (seks) adalah Gender dapat berubah, dapat dipertukarkan,
tergantung waktu, budaya setempat, bukan merupakan kodrat Tuhan, melainkan
buatan manusia. Lain halnya dengan seks, seks tidak dapat berubah, tidak dapat
dipertukarkan, berlaku sepanjang masa, berlaku dimana saja, di belahan dunia
manapun, dan merupakan kodrat atau ciptaan Tuhan.
Ketidaksetaraan Gender
didalam Masyarakat
Perbedaan gender
sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan
gender (gender inequalities). Namun, yang menjadi persoalan, ternyata perbedaan
gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, bagi kaum laki-laki dan
terutama terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan gender termanifestasi dalam
berbagai bentuk ketidakadilan, yakni :
·
Marginalisasi
perempuan sebagai salah satu bentuk ketidakadilan gender
Proses marginalisasi (peminggiran/pemiskinan) yang
mengakibatkan kemiskinan, banyak terjadi dalam masyarakat terjadi dalam
masyarakat di Negara berkembang seperti penggusuran dari kampong halaman,
eksploitasi. Namun pemiskinan atas perempuan maupun laki-laki yang disebabkan
jenis kelamin merupakan salah satu bentuk ketidakadilan yang disebabkan gender.
Sebagai contoh, banyak pekerja perempuan tersingkir dan menjadi miskin akibat
dari program pembangunan seperti internsifikasi pertanian yang hanya
memfokuskan petani laki-laki. Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis
kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan keterampilan yang
biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki.
Selain itu perkembangan teknologi telah menyebabkan
apa yang semula dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin
yang umumnya dikerjakan oleh tenaga laki-laki.
Beberapa studi dilakukan untuk membahas bagaimana
program pembangunan telah meminggirkan sekaligus memiskinkan perempuan (Shiva,
1997; Mosse, 1996). Seperti Program revolusi hijau yang memiskinkan perempuan
dari pekerjaan di sawah yang menggunakan ani-ani. Di Jawa misalnya revolusi
hijau memperkenalkan jenis padi unggul yang panennya menggunakan sabit.
Contoh-contoh marginalisasi:
Pemupukan
dan pengendalian hama dengan teknologi baru
laki-laki; yang dikerjakan
Pemotongan padi dengan peralatan sabit, mesin yang hanya membutuhkan tenaga dan keterampilan diasumsikan laki-laki, menggantikan tangan perempuan dengan alat panen ani-ani; tenaga perempuan; Usaha konveksi lebih suka menyerap tenaga perempuan.
Peluang menjadi pembantu rumah tangga lebih banyak perempuan;
Banyak pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan seperti “guru taman kanak-kanak” atau perempuan “sekretaris” dan “perawat”.
Pemotongan padi dengan peralatan sabit, mesin yang hanya membutuhkan tenaga dan keterampilan diasumsikan laki-laki, menggantikan tangan perempuan dengan alat panen ani-ani; tenaga perempuan; Usaha konveksi lebih suka menyerap tenaga perempuan.
Peluang menjadi pembantu rumah tangga lebih banyak perempuan;
Banyak pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan seperti “guru taman kanak-kanak” atau perempuan “sekretaris” dan “perawat”.
·
Subordinasi
Subordinasi pada dasarnya adalah
keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih
utama dibanding jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu ada pandangan yang
menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dari laki-laki. Banyak
kasus dalam tradisi, tafsiran ajaran agama maupun dalam aturan birokrasi yang
meletakan kaum perempuan sebagai subordinasi dari kaum laki-laki. Kenyataan
memperlihatkan bahwa masih ada nilai-nilai masyarakat yang membatasi ruang
gerak terutama perempuan dalam kehidupan. Sebagai contoh apabila seorang isteri
yang hendak mengikuti tugas belajar, atau hendak berpergian ke luar negeri
harus mendapat izin suami, tetapi kalau suami yang akan pergi tidak perlu izin
dari isteri.
·
Pandangan stereotype
Setereotipe dimaksud adalah citra
baku tentang individu atau kelompok yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris
yang ada. Pelabelan negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah
satu stereotipe yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi
terhadap salah satu jenis kelamin, (perempuan), Hal ini mengakibatkan
terjadinya diskriminasi dan berbagai ketidakadilan yang merugikan kaum
perempuan. Misalnya pandangan terhadap perempuan yang tugas dan fungsinya hanya
melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan domistik atau
kerumahtanggaan. Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup rumah tangga tetapi
juga terjadi di tempat kerja dan masyaraklat, bahkan di tingkat pemerintah dan
negara.
Apabila seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas,
tetapi bila perempuan marah atau tersinggung dianggap emosional dan tidak dapat
menahan diri. Standar nilai terhadap perilaku perempuan dan laki-laki berbeda,
namun standar nilai tersebut banyak menghakimi dan merugikan perempuan. Label
kaum perempuan sebagai “ibu rumah tangga” merugikan, jika hendak aktif dalam
“kegiatan laki-laki” seperti berpolitik, bisnis atau birokrat. Sementara label
laki-laki sebagai pencari nafkah utama, (breadwinner) mengakibatkan apa saja
yang dihasilkan oleh perempuan dianggap sebagai sambilan atau tambahan dan
cenderung tidak diperhitungkan.
·
Beban Ganda
Bentuk lain dari diskriminasi dan
ketidak adilan gender adalah beban ganda yang harus dilakukan oleh salah satu
jenis kalamin tertentu secara berlebihan. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya
beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-laki, dan beberapa dilakukan oleh
perempuan. Berbagai observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari
pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain bekerja
di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dalam
proses pembangunan, kenyataannya perempuan sebagai sumber daya insani masih
mendapat pembedan perlakuan, terutama bila bergerak dalam bidang publik.
Dirasakan banyak ketimpangan, meskipun ada juga ketimpangan yang dialami kaum
laki-laki di satu sisi.
Pandangan Etis Agama
terhadap kesetaraan Laki-laki dan Perempuan
· Kesetaraan gender dari sudut
pandang agama Kristen
Alkitab
mengatakan bahwa Allah menciptakan perempuan dan laki-laki menurut gambar dan
rupa Allah: “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut
gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya
mereka” (Kej.1:27). Maksud dari ungkapan ‘menurut gambar Allah’ dalam ayat
ini tidak dalam arti bahwa manusia itu sama hakekat dengan Sang Pencipta.
Ungkapan itu lebih berarti bahwa Allah menciptakan manusia sebagai makluk
mulia, kudus, dan berakal budi, sehingga manusia bisa berkomunikasi dengan
Allah, serta layak menerima mandat dari Allah untuk menjadi pemimpin bagi
segala makluk (Kej.1:28-30). Status se-“gambar” dengan Allah dimiliki tidak
hanya oleh laki-laki, tetapi juga oleh perempuan. Kedua pihak punya status
yang sama. Sebab itu tidak dibenarkan adanya diskriminasi atau dominasi dalam
bentuk apapun hanya karena perbedaan jenis kelamin.
Alkitab
mencatat bahwa hubungan yang timpang antara laki-laki dan perempaun itu terjadi
setelah manusia memakan buah yang dilarang oleh Allah (Kej. 3:12dst). Adam
mempersalahkan Hawa sebagai pembawa dosa, sedangkan Hawa mempersalahkan ular
sebagai penggoda. Tetapi akhirnya Allah menghukum Adam. Adam dihukum bukan
hanya karena Adam ikut-ikutan makan buah yang Allah larang, tetapi juga
karena ketika Hawa berdialog dengan ular sampai memetik buah, Adam ada
bersama Hawa. Adam hadir di sana tetapi ia bungkam. Dengan kata lain,
perbuatan Hawa sebenarnya mendapat restu dari Adam. Karena itu kesalahan ada
pada kedua pihak. Itu berarti bahwa Adam dan kaum laki-laki tidak bisa
menghakimi Hawa dan kaumnya sebagai pembawa dosa.
Dalam
perkembangan selanjutnya peranan perempuan mulai dibatasi. Budaya Yahudi
tidak banyak memberikan peluang kepada perempuan untuk berkiprah. Ada
sejumlah tokoh perempuan yang muncul dalam sejarah Israel, tetapi peran
mereka sangat terbatas. Di antara mereka ada Miryam, saudara perempuan nabi
Musa. Miryam juga dipakai Allah sebagai nabiah. Ia dan Harun menegur Musa
saat Musa kawin lagi dengan perempuan Kush. Meskipun Miryam dan Harun
bersama-sama mengajukan protes namun Miryamlah yang mendapat hukuman. Terjadi
semacam diskriminasi hukum antara laki-laki dan perempuan (Bil. 12).
Diskriminasi itu juga terjadi ketika orang kawin. Dalam budaya Israel seorang
suami bisa mengambil istri lebih dari satu orang (polygamy). Tetapi seorang
istri tidak diperkenankan untuk mengambil suami lebih dari satu orang
(poliyandry). Pada saat seorang perempuan melahirkan anak juga terjadi diskriminasi.
Jika perempuan melahirkan anak laki-laki ia dianggap najis selama empat puluh
hari. Sedangkan jika yang lahir adalah anak perempuan, maka ibu anak itu
dianggap najis selama delapanpuluh hari (Imamat 12). Dua perempuan Israel
yang dianggap mujur yakni Deborah menjadi nabiah dan hakim di Israel dan
Ester sebagai permaisuri Raja Ahazweros (Hak. 4:4dst; Est 8).
Pada
masa hidup Yesus, diskriminasi dan dominasi laki-laki atas perempuan masih
tetap berlangsung. Ketika Yesus mulai mengangkat tugas-Nya, Ia bersikap
menentang disriminasi dan dominasi itu. Suatu ketika pemimpin-pemimpin agama
Yahudi menangkap seorang perempuan yang kedapatan berzinah lalu dibawa kepada
Yesus. Mereka minta supaya perempuan ini dihukum rajam sesuai aturan Yahudi.
Tetapi Yesus tidak peduli terhadap permintaan mereka. Pasalnya, mereka
menangkap perempuan itu tapi tidak menangkap laki-laki yang tidur dengan dia.
Yesus berkata kepada mereka: “Barangsiapa yang tidak berdosa hendaknya ia
yang pertama kali merajam perempuan ini”. Tidak ada yang berani melakukannya.
Akhirnya Yesus menyuruh perempuan itu pulang dengan nasihat supaya tidak
berbuat dosa lagi (Yoh 8:2-11).
Dalam
pelayanan-Nya, Yesus banyak menaruh perhatian kepada orang-orang yang
dianggap sebagai ‘sampah’ masyarakat, termasuk di dalamnya beberapa
perempuan. Salah satu di antaranya adalah Maria dari Magdala. Yesus
menyembuhkan Maria dari ikatan roh jahat. Kemudian Maria dan beberapa
perempuan lain mengiring Yesus dalam pelayanan-Nya (Luk 24:10). Lagi-lagi
Yesus membela posisi perempuan ketika sejumlah orang Farisi datang kepada-Nya
dan bertanya:”Apakah seorang suami bisa menceraikan istrinya dengan alasan
apa saja?” Yesus menjawab mereka kata-Nya: sejak semula perkawinan hanya
terjadi antara seorang laki-laki dan seorang perempuan (Adam-Hawa).
Perceraian hanya bisa terjadi jika salah satu di antaranya berbuat zinah.
Lalu orang-orang itu bertanya lagi: “Kalau begitu mengapa Musa mengijinkan
seorang suami membuat surat cerai (talak)”? Lalu Yesus menjawab: karena
ketegaran hatimulah Musa melakukan hal itu. Tapi seharusnya tidak demikian
(Mat 19:1-12). Karena komitment-Nya terhadap kesetaraan perempuan dan
laki-laki, maka pada saat Yesus mati di salib, banyak perempuan ada
bersama-sama dengan Dia serta mengunjungi kubur-Nya.
Perjuangan
menentang diskriminasi dan menegakkan hak-hak perempuan tidak berakhir pada
saat Yesus terangkat ke langit. Perjuangan itu terus berlangsung dari abad ke
abad. Umumnya orang mengakui bahwa perjuangan yang cukup sengit dimulai pada
abad ke-18, terutama sesudah berakhirnya Revolusi Amerika (1775-1783) dan
Revolusi Perancis (1789-1799). Kedua revolusi itu berhasil menanamkan
nilai-nilai: kemerdekaan, kesetaraan, dan persaudaraan antara semua penduduk.
Momentum ini dipakai oleh kaum perempuan untuk menuntut kesamaan hak dengan
kaum lelaki. Selanjutnya pada tahun 1960-an terjadi gelombang protes anti
perang dan perjuangan hak-hak sipil yang terjadi di Amerika Utara, berikut di
Australia, dan di seluruh Eropah. Kesempatan itu dianggap tepat untuk
memperjuangkan kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Yang menarik
perhatian kita sekarang, bahwa gerakan memperjuangkan kesetaraan gender sudah
menjadi gerakan yang mendunia. Ia bukan hanya merupakan usaha dari kelompok
agama tertentu, tetapi sudah menjadi gerakan bangsa-bangsa atas alasan
kemanusiaan dan keadilan gender. Tentu kita mendukung semua perjuangan
semacam itu.
· Kesetaraan gender menurut agama
muslim
Sejak 15 abad yang
lalu Islam telah menghapuskan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Islam
memberikan posisi yang tinggi kepada perempuan. Prinsip kesetaraan dan
keadilan gender dalam Islam tertuang dalam Kitab Suci Al-Quran. Dalam ajaran
Islam tidak dikenal adanya isu gender yang berdampak merugikan perempuan.
Islam bahkan menetapkan perempuan pada posisi yang terhormat, mempunyai
derajat, harkat, dan martabat yang sama dan setara dengan laki – laki.
Islam memperkenalkan
konsep relasi gender yang mengacu
kepada ayat – ayat Al-Qur an substantive yang sekaligus menjadi tujuan umum
syariaiah. Adalah suatu kenyataan, masih banyak masyarakat, tidak terkecuali
beberapa guru agama yang belum memahami makna qodrat, apabila berbicara soal
jenis kelamin perempuan, dikaitkan dengan upaya mewujudkan keadilan dan
kesetaraan gender. Salah satu akibat dari salah memahami alasan untuk
mempertahankan domestikasi, subordinasi, marginalisasi, dan diskriminasi
terhadap perempuan.
Al-Qur an sebagai
“Hudan linnasi”, petunjuk bagi umat manusia, dan kehadiran Nabi Muhammad
Rasulullah SAW dengan sunnahnya, sebagai “Rahmatan lil alamin”, tentu saja
menolak anggapan di atas. Islam datang untuk membebaskan manusia dari
berbagai bentuk ketidak-adilan. Sejak awal dipromosikan, Islam adalah agama
pembebasan.
Islam adalah agama
ketuhanan sekaligus agama kemanusiaan dan kemasyarakatan. Dalam pandangan
Islam, manusia mempunyai dua kapasitas, yaitu sebagai hamba dan sebagai
representasi Tuhan (khalifah) tanpa membedakan jenis kelamin, etnik, dan
warna kulit. Islam mengamanatkan manusia untuk memperhatikan konsep
keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan keutuhan, baik sesama manusia
maupun manusia dengan lingkungan alamnya.
· Kesetaraan gender dari sudut
pandang agama Budha
Dalam kehidupan bermasyarakat,
sang budha tidak membedakan peran laki-laki maupun perempuan. Mereka memliki
peran yang setara dan adil. Seperti laki-laki, perempuan juga bisa menjadi
majikan, atasan, guru(brahmana) sesuai kotbah sang Budha.
Mengacu pada perkembangan budha
Dharma bahwa pemberdayaan dan kemitrasejajaran perempuan telah diperjuangkan
dan ditumbhkembangkan oleh sang Budha. Hal ini dapat dikaji dari kisah-kisah
siswa Budha yang sebagian adalah perempuan dan diterangkan pula
bahwaperempuan membawa peran penting dalam perkembangan agama Budha
Kesetaraan gender dalam agama Budha didasari kewajiban dan
tanggungjawab bersama dalam rumah tangga dan adanya kehendak bersama dalam
menjalankan kehidupan berumah tangga. Menurut agama Budha, manusia terdiri
dari laki-laki dan perempuan yang muncul bersama di muka bumi ini.dan dia
dapat terlahir sesuai dengan karmanya masing-masing, sehingga kedudukan
antara laki-laki maupun perempuan dalam agama budha tidak dipermasalahkan .
agama budha membimbing umatnya untuk menghargai gender.
Dalam Paninivana Sutta, sang Budha
mengatakan seluruh umat manusia tanpa tertinggal memiliki jiwa Budha.
Laki-laki dan perempuan memiliki tugas yang agung, karenanya agar terjadi
keseimbangan dalam menjalanjan fungsi kehidupannya, maka keduanya memiliki
karakter yang berlawanan, padahal justru dari sinilah muncul keseimbangan.
· Kesetaraan gender dari sudut
pandang agama Hindhu
Pengertian
gender dalam agama Hindu merupakan hubungan sosial yang membedakan perilaku
antara perempuan secara proposional menyangkut moral, etika, dan budaya,
bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan diharapkan untuk berperan dan
bertindak sesuai ketentuan sosial, moral, etika, dan budaya di mana mereka
berada. Ada yang pantas dikerjakan oleh laki-laki ditinjau dari sudut sosial,
moral, dan budaya, tetapi tidak pantas dikerjakan oleh perempuan,demikian
pula sebaliknya.Sesuai ajaran agama hindu, gender bukan merupakan perbedaan
sosial antara laki-laki dan perempuan. agama hindu mengajarkan bahwa seluruh
umat manusia di perlakukan sama di hadapan tuhan sesuai dengan dharma
baktinya.
Manusia
yang dilahirkan ke dunia merdeka dan mempunyai martabat serta hak yang sama
di hadapan Tuhan Yang Maha Esa, baik laki-laki maupun perempuan.
Istilah
dewa-dewi lingga yoni dalam ajaran hindu menggambarkan bahwa dualism ini
sesungguhnya ada dan saling membutuhkan karena tuhan yang maha esa menciptakan
semua mahluk hidup selalu berpasangan.di dalam kitab suci hubungan suami dan
istri dalam ikatan perkawinan disebut sebagai satu jiwa dari dua badan yang
berbeda .
Lebih
jauh di dalam manapadharmasastra di uraikan bahwa tuhan yang maha esa
menciptakan alam semesta beserta segala isinya dalam wujud
“ardha-nari-isvari”,sebagai sebagian laki-laki dan sebagian lagi sebagai
perempuan.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar