ORGANISASI
Organisasi dan Metode
Pengertian Organisasi dari beberapa ahli yaitu
:
1. Organisasi menurut Stoner adalah suatu pola
hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan manajer
mengejar tujuan bersama.
2. Organisasi menurut James D. Mooney adalah
bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama.
3. Organisasi Menurut Chester I. Bernard
adalah suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau
lebih.
Ciri-ciri organisasi terbagi menjadi empat
yaitu :
1. Terdiri daripada dua orang atau lebih.
2. Ada kerjasama.
3. Ada komunikasi antar satu anggota dengan
yang lain.
4. Ada tujuan yang ingin dicapai.
Selain itu Suatu organisasi harus memuat empat
unsur utama, yaitu:
1. Goals oriented (berorientasi tujuan).
2. Psychosocial system (sistem hubungan
sosial).
3. Structured activities.
4. Technological system.
Teori Organisasi
1. Teori Organisasi Klasik (Teori
Tradisional).
Teori klasik (classical theory) berisi
konsep-konsep tentang organisasi mulai dari tahun 1800 (abad 19). Secara umum
digambarkan oleh para teoritisi klasik sebagai sangat desentralisasi dan
tugas-tugasnya terspesialisasi, serta memberikan petunjuk mekanistik structural
yang kaku tidak mengandung kreativitas.
a. Teori Birokrasi.
Teori ini dikemukakan oleh Max Weber dalam
bukunya “The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism. Kata birokrasi
mula-mula berasal dari kata legal-rasional. Organisasi itu legal, karena
wewenangnya berasal dari seperangkat aturan prosedur dan peranan yang
dirumuskan secara jelas, dan organisasi disebut rasional dalam hal penetapan
tujuan dan perancangan organisasi untuk mencapai tujuan tersebut.
b. Teori Administrasi
Teori ini sebagian besar dikembangkan atas
dasar sumbangan Henri Fayol dan Lyndall Urwick dari Eropa serta Mooney dan
Reily dari Amerika.
Henry Fayol industrialis dari Perancis, pada
tahun 1841-1925 mengemukakan dan membahas 14 kaidah manajemen yang menjadi
dasar perkembangan teori administrasi adalah :
1. Pembagian kerja (division of work).
2. Wewenang dan tanggung jawab (authorityand
responsibility).
3. Disiplin (discipline).
4. Kesatuan perintah (unity of command).
5. Kesatuan pengarahan (unity of direction).
6. Mendahulukan kepentingan umum daraipada
pribadi.
7. Balas jasa (remuneration of personnel).
8. Sentralisasi (centralization).
9. Rantai scalar (scalar chain).
10. Aturan (oreder).
11. Keadilan (equity).
12. Kelanggengan personalia (stability of
tenure of personnel).
13. Inisiatif (initiative).
14. Semangat korps (spirit de corps).
Metode adalah suatu tata kerja yang dapat
mencapai tujuan secara efisien.
Pengertian organisasi dan metode secara
lengkap adalah :
Rangkaian proses
kegiatan yang harus dilakukan untuk meningkatkan kegunaan segala sumber dan
faktor yang menentukan bagi berhasilnya proses manajemen terutama dengan
memperhatikan fungsi dan dinamika organisasi atau birokrasi dalam rangka
mencapai tujuan yang sah ditetapkan.
Budaya Organisasi.
Sebagian para ahli seperti Stephen P. Robbins,
Gary Dessler (1992) dalam bukunya yang berjudul “Organizational Theory” (1990),
memasukan budaya organisasi kedalam teori organisasi. Sementara Budaya
perusahaan merupakan aplikasi dari budaya organisasi dan apabila diterapkan
dilingkungan manajemen akan melahirkan budaya manajemen. Budaya organisasi
dengan budaya perusahan sering disalingtukarkan sehingga terkadang dianggap
sama, padahal berbeda dalam penerapannya.
Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari kita
lebih memahami budaya dari sudut sosiologi dan ilmu budaya, padahal ternyata
ilmu budaya bisa mempengaruhi terhadap perkembangan ilmu lainnya seperti ilmu
Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM). Sehingga ada beberapa istilah lain dari
istilah budaya seperti budaya organisasi (organization culture) atau budaya
kerja (work culture) ataupun biasa lebih dikenal lebih spesifik lagi dengan
istilah budaya perusahaan (corporate culture). Sedangkan dalam dunia pendidikan
dikenal dengan istilah kultur pembelajaran sekolah (school learning culture)
atau Kultur akademis (Academic culture).
Dalam dunia pendidikan mengistilahkan budaya
organisasi dengan istilah Kultur akademis yang pada intinya mengatur para
pendidik agar mereka memahami bagaimana seharusnya bersikap terhadap
profesinya, beradaptasi terhadap rekan kerja dan lingkungan kerjanya serta
berlaku reaktif terhadap kebijakan pimpinannya, sehingga terbentuklah sebuah
sistem nilai, kebiasaan, citra akademis, ethos kerja yang terinternalisasikan
dalam kehidupannya sehingga mendorong adanya apresiasi dirinya terhadap
peningkatan prestasi kerja baik terbentuk oleh lingkungan organisasi itu
sendiri maupun dikuatkan secara organisatoris oleh pimpinan akademis yang
mengeluarkan sebuah kebijakan yang diterima ketika seseorang masuk organisasi
tersebut.
Para pimpinan sekolah khususnya dalam
kapasitasnya menjalankan fungsinya sangat berperan penting dalam dua hal yaitu
:
a.
Mengkonsepsitualisasikan visi dan perubahan.
b. Memiliki
pengetahuan, keterampilan dan pemahaman untuk mengtransformasikan visi menjadi
etos dan kultur akademis kedalam aksi riil (Danim, Ibid., P.74).
Pola pembiasaan dalam
sebuah budaya sebagai sebuah nilai yang diakuinya bisa membentuk sebuah pola
prilaku dalam hal ini Ferdinand Tonnies membagi kebiasaan kedalam beberapa
pengertian antara lain :
a. Kebiasaan sebagai suatu kenyataan objektif
sehari-hari yang merupakan sebuah kelajiman baik dalam sikap maupun dalam
penampilan sehari-hari.
b. Kebiasaan sebagai Kaidah yang diciptakan
dirinya sendiri yaitu kebiasaan yang lahir dari diri pendidik itu sendiri yang
kemudian menjadi ciri khas yang membedakan dengan yang lainnya.
c. Kebiasaan sebagai perwujudan kemauan untuk
berbuat sesuatu yaitu kebiasaan yang lahir dari motivasi dan inisatif yang
mencerminkan adanya prestasi pribadi.
Budaya dan kepribadian.
Oleh karena budaya secara individu itu
berkorelasi dengan kepribadian, sehingga budaya berhubungan dengan pola prilaku
seseorang ketika berhadapan dengan sebuah masalah hidup dan sikap terhadap
pekerjaanya. Didalamnya ada sikap reaktif seorang pendidik terhadap perubahan
kebijakan pemerintah dalam otonomi kampus sebagaimana yang terjadi, dimana
dengan adanya komersialisasi kampus bisakah berpengaruh terhadap perubahan
kultur akademis pendidikan dalam kehidupan sehari-harinya.
Dilihat dari unsur perbedaan budaya juga
menyangkut ciri khas yang membedakan antara individu yang satu dengan individu
yang lain ataupun yang membedakaan antara profesi yang satu dengan profesi yang
lain. Seperti perbedaan budaya seorang dokter dengan seorang dosen, seorang
akuntan dengan seorang spesialis, seorang professional dengan seorang amatiran.
Kita lihat pengertian budaya yang diungkapkan
oleh Prof. Dr. Soerjono Soekanto mendefinisikan budaya sebagai : “Sebuah system
nilai yang dianut seseorang pendukung budaya tersebut yang mencakup konsepsi
abstrak tentang baik dan buruk. atau secara institusi nilai yang dianut oleh
suatu organisasi yang diadopsi dari organisasi lain baik melalui reinventing
maupun re-organizing”(Ibid, Soerjono Soekanto, P. 174).
Budaya yang kuat akan
mendukung terciptanya sebuah prestasi yang positif bagi anggotanya dalam hal
ini budaya yang diinternalisasikan pihak pimpinan akan berpengaruh terhadap
sistem prilaku para pendidik dan staf dibawahnya baik didalam organisasi maupun
diluar organisasi.
Sekali lagi kalau Budaya hanya sebuah asumsi
penting yang terkadang jarang diungkapkan secara resmi tetapi sudah teradopsi
dari masukan internal anggota organisasi lainnya.
Secara lengkap Budaya bisa merupakan nilai,
konsep, kebiasaan, perasaan yang diambil dari asumsi dasar sebuah organiasasi
yang kemudian diinternalisasikan oleh anggotanya. Seorang professional yang
berkarakter dan kuat kulturnya akan
meningkatkan kinerjanya
dalam organisasi dan secara sekaligus meningkatkan citra dirinya.
Organisasi dan budaya.
Menurut Umar Nimran mendefinisikan budaya
organisasi sebagai : “Suatu sistem makna yang dimiliki bersama oleh suatu
organisasi yang membedakannya dengan organisasi lain”. (Umar Nimran, 1996: 11).
Sedangkan Griffin dan Ebbert (Ibid, 1996:11)
dari kutipan Umar Nimran Budaya organisasi atau bisa diartikan sebagai :
“Pengalaman, sejarah, keyakinan dan norma-norma bersama yang menjadi ciri
perusahaan/organisasi”. Sementara Taliziduhu Ndraha Mengartikan Budaya
organisasi sebagai : “Potret atau rekaman hasil proses budaya yang berlangsung
dalam suatu organisasi atau perusahaan pada saat ini”. ( op.cit , Ndraha, P.
102).
Sedangkan menurut
Moorhead dan Griffin (1992) budaya organisasi diartikan sebagai : “Seperangkat
nilai yang diterima selalu benar, yang membantu seseorang dalam organisasi
untuk memahami tindakan-tindakan mana yang dapat diterima dan tindakan mana
yang tidak dapat diterima dan nilai-nilai tersebut dikomunikasikan melalui
cerita dan cara-cara simbolis lainnya”. (McKenna,etal, op.cit P.63).
Organisasi memiliki kultur melalui proses
belajar, pewarisan, hasil adaptasi dan pembuktian terhadap nilai yang dianut
atau diistilahkan Schein (1992) dengan considered valid yaitu nilai yang terbukti
manfaatnya. selain itu juga bisa melalui sikap kepemimpinan sebagai teaching by
example atau menurut Amnuai (1989) sebagai “through the leader him or herself”
yaitu pendirian, sikap dan prilaku nyata bukan sekedar ucapan, pesona ataupun
kharisma.
Hal-hal yang mempengaruhi budaya organisasi.
Menurut Piti Sithi-Amnuai bahwa : “being
developed as they learn to cope with problems of external adaptation anda
internal integration”. (Pembentukan budaya organisasi terjadi tatkala anggota
organisasi belajar menghadapi masalah, baik masalah-masalah yang menyangkut
perubahan eksternal maupun masalah internal yang menyangkut persatuan dan
keutuhan organisasi). ( Opcit Ndraha, P.76).
Pembentukan budaya akademisi dalam organisasi
diawali oleh para pendiri (founder) institusi melalui tahapan-tahapan sebagai
berikut :
1. Seseorang mempunyai gagasan untuk
mendirikan organisasi.
2. Ia menggali dan mengarahkan sumber-sumber
baik orang yang sepaham dan setujuan dengan dia (SDM), biaya dan teknologi.
3. Mereka meletakan dasar organisasi berupa
susunan organisasi dan tata kerja.
Menurut Vijay Sathe
dengan melihat asumsi dasar yang diterapkan dalam suatu organisasi yang membagi
“Sharing Assumption” ( loc.cit Vijay Sathe, p. 18) Sharing berarti berbagi
nilai yang sama atau nilai yang sama dianut oleh sebanyak mungkin warga
organisasi. Asumsi nilai yang berlaku sama ini dianggap sebagai faktor-faktor
yang membentuk budaya organisasi yang dapat dibagi menjadi :
1. Share thing, misalnya pakaian seragam
seperti pakaian Korpri untuk PNS, batik PGRI yang menjadi ciri khas organisasi
tersebut.
2. Share saying, misalnya ungkapan-ungkapan
bersayap, ungkapan slogan, pemeo seprti didunia pendidikan terdapat istilah Tut
wuri handayani, Baldatun thoyibatun wa robbun ghoffur diperguruan muhammadiyah.
3. Share doing, misalnya pertemuan, kerja
bakti, kegiatan sosial sebagai bentuk aktifitas rutin yang menjadi ciri khas
suatu organisasi seperti istilah mapalus di Sulawesi, nguopin di Bali.
4. Share feeling, turut bela sungkawa, aniversary,
ucapan selamat, acara wisuda mahasiswa dan lain sebagainya.
Sedangkan menurut pendapat dari Dr. Bennet
Silalahi bahwa budaya organisasi harus diarahkan pada penciptaan nilai (Values)
yang pada intinya faktor yang terkandung dalam budaya organisasi. (
Silalahi,2004:8) harus mencakup faktor-faktor antara lain : Keyakinan, Nilai,
Norma, Gaya, Kredo dan Keyakinan terhadap kemampuan pekerja.
Untuk mewujudkan tertanamnya budaya organisasi
tersebut harus didahului oleh adanya integrasi atau kesatuan pandangan barulah
pendekatan manajerial (Bennet, loc.cit, p.43). Bisa dilaksanakan antara lain
berupa :
a. Menciptakan bahasa yang sama dan warna
konsep yang muncul.
b. Menentukan batas-batas antar kelompok.
c. Distribusi wewenang dan status.
d. Mengembangkan syariat, tharekat dan
ma’rifat yang mendukung norma kebersamaan.
e. Menentukan imbalan dan ganjaran.
f. Menjelaskan perbedaan agama dan ideologi.
Selain share assumption dari Sathe, faktor
value dan integrasi dari Bennet ada beberapa faktor pembentuk budaya organisasi
lainnya dari hasil penelitian David Drennan selama sepuluh tahun telah
ditemukan dua belas faktor pembentuk budaya organisasi atau perusahaan atau
budaya kerja atau budaya akdemis (Republika, 27 Juli 1994:8) yaitu :
1. Pengaruh dari pimpinan atau pihak yayasan
yang dominan.
2. Sejarah dan tradisi organisasi yang cukup
lama.
3. Teknologi, produksi dan jasa.
4. Industri dan kompetisinya atau persaingan.
5. Pelanggan atau stakehoulder akademis.
6. Harapan perusahaan atau organisasi.
7. Sistem informasi dan kontrol.
8. Peraturan dan lingkungan perusahaan.
9. Prosedur dan kebijakan.
10. Sistem imbalan dan pengukuran.
11. Organisasi dan sumber daya.
12. Tujuan, nilai dan motto.
Budaya dengan profesionalisme.
Dalam perkembangan berikutnya dapat kita lihat
ada keterkaitan antara budaya dengan disain organisasi sesuai dengan design
culture yang akan diterapkan. Untuk memahami disain organisasi tersebut,
Harrison ( McKenna, etal, 2002: 65) membagi empat tipe budaya organisasi :
1. Budaya kekuasaan (Power culture).
Budaya ini lebih memfokuskan sejumlah kecil
pimpinan menggunakan kekuasaan yang lebih banyak dalam cara memerintah. Budaya
kekuasaan juga dibutuhkan dengan syarat mengikuti keinginan anggota suatu
organisasi.
Seorang karyawan butuh adanya peraturan dan pemimpin
yang tegas dan benar dalam menetapkan seluruh perintah dan kebijakannya. Kerena
hal ini menyangkut kepercayaan dan sikap mental tegas untuk memajukan institusi
organisasi. Kelajiman yang masih menganut manajemen keluarga, peranan pemilik
institusi begitu dominan dalam pengendalian sebuah kebijakan terkadang
melupakan nilai profesionalisme yang justru hal inilah salah satu penyebab
jatuh dan mundurnya organisasi.
2. Budaya peran (Role culture).
Budaya ini ada kaitannya dengan prosedur
birokratis, seperti peraturan organisasi dan peran atau jabatan atau posisi
spesifik yang jelas karena diyakini bahwa hal ini akan mengastabilkan sistem.
Keyakinan dan asumsi dasar tentang kejelasan status atau posisi atau peranan
yang jelas inilah akan mendorong terbentuknya budaya positif yang jelas akan
membantu menstabilkan suatu organisasi. Hampir semua orang menginginkan suatu
peranan dan status yang jelas dalam organisasi.
3. Budaya pendukung (Support culture).
Budaya dimana didalamnya ada kelompok atau
komunitas yang mendukung seseorang yang mengusahakan terjadinya integrasi dan
seperangkat nilai bersama dalam organisasi tersebut. Selain budaya peran dalam
menginternalisasikan suatu budaya perlu adanya budaya pendukung yang
disesuaikan dengan kredo dan keyakinan anggota dibawah. Budaya pendukung telah
ditentukan oleh pihak pimpinan ketika organisasi atau institusi tersebut
didirikan oleh pendirinya yang dituangkan dalam visi dan misi organisasi
tersebut. Jelas didalamnya ada keselaran antara struktur, strategi dan budaya
itu sendiri. Dan suatu waktu bisa terjadi adanya perubahan dengan menanamkan
budaya untuk belajar terus menerus (longlife education).
4. Budaya prestasi (Achievement culture).
Budaya yang didasarkan pada dorongan individu
dalam organisasi dalam suasana yang mendorong eksepsi diri dan usaha keras
untuk adanya independensi dan tekananya ada pada keberhasilan dan prestasi
kerja. Budaya ini sudah berlaku dikalangan akademisi tentang independensi dalam
pengajaran, penelitian dan pengabdian serta dengan pemberlakuan otonomi kampus
yang lebih menekankan terciptanya tenaga akademisi yang profesional, mandiri
dan berprestasi dalam melaksanakan tugasnya.
Tinjauan ajaran Islam
membagi budaya kerja kedalam beberapa indikator antara lain :
1. Adanya kerja keras dan kerjasama (QS.
Al-Insyiqoq : 6, Al-Mulk : 15, An-Naba : 11 dan At-taubah : 105).
2. Dalam setiap pekerjaan harus unggul atau
professional atau menjadi khalifah (An-Nahl : 93. Az-Zumar : 9, Al-An’am :
165).
3. Harus mendayagunakan hikmah ilahi
(Al-Baqoroh : 13).
4. Harus jujur, tidak saling menipu, harus
bekerjasama saling menguntungkan.
5. Kelemah lembutan.
6. Kebersihan.
7. Tidak mengotak-kotakan diri atau ukhuwah.
8. Menentang permusuhan.
Lebih jelas lagi
diungkapkan oleh Desmond graves (1986:126) mencatat sepuluh item research tool
(dimensi kriteria, indikator) budaya organisasi yaitu :
1. Jaminan diri (Self assurance).
2. Ketegasan dalam bersikap (Decisiveness).
3. Kemampuan dalam pengawasan (Supervisory
ability).
4. Kecerdasan emosi (Intelegence).
5. Inisatif (Initiative).
6. Kebutuhan akan pencapaian prestasi (Need
for achievement).
7. Kebutuhan akan aktualisasi diri (Need for
self actualization).
8. Kebutuhan akan jabatan/posisi (Need for
power).
9. Kebutuhan akan penghargaan (Need for reward).
10. Kebutuhan akan rasa aman (Need for
security).
Peran Organisasi :
Jadi secara sederhana, organisasi adalah suatu
kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan dan
mau terlibat dengan peraturan yang ada. Organisasi ialah suatu wadah atau
tempat untuk melakukan kegiatan bersama, agar dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan bersama.
Berdasarkan arti dari organisasi yang
diungkapkan oleh beberapa orang diatas, peran organisasi dalam sebuah
perusahaan sangatlah penting, karena perusahaan didirikan untuk mencapai suatu
tujuan tertentu dan untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan aktifitas, kerja
sama, dan tentu saja orang yang melakukan aktifitas tersebut atau sumber daya
manusia yang ketiga unsur ini terdapat dalam sebuah organisasi. Kesimpulanya,
suatu perusahaan untuk mencapai tujuan tertentu membutuhkan organisasi
didalamnya agar bisa tercapai tujuan tersebut.
Peran Metode :
Setelah mengetahui arti dari Metode itu
sendiri, kita bisa langsung menyimpulkan bahwa selain peran organisasi, metode
tidak kalah penting perannya didalam sebuah perusahaan. Dengan adanya metode
dalam sebuah perusahaan, maka perusahaan tersebut akan lebih mudah dan teratur
dalam mencapai tujuan, visi dan misi yang telah ditetapkan. Namun menurut saya,
ada beberapa factor yang mendukung untuk berjalannya suatu metode yang
digunakan dalam sebuah perusahaan atau organisasi, antara lain : organisasi
yang baik dan pemimpin organisasi yang tentunya juga harus baik dalam memimpin,
sumber daya manusia yang berkualitas untuk melakukan kerja sama agar tercapai
suatu tujuan, teori organisasi yang dipakai harus sesuai dengan jenis atau
bentuk organisasi yang dibentuk di dalam perusahaan tersebut. Dengan demikian
perusahaan tersebut akan lebih mudah dalam mencapai tujuanya serta akan lebih
terstruktur dan rapih karena memiliki metode dalam organisasinya.